The 10
Second Rule
Starbucks Renowed freshness standars ensure that you enjoy flavorful espresso.
We use each shot of our rich Espresso Roast within 10 seconds, or we pour it out.
This rule is your gurantee that espresso is always fresh and made to order.
(Rahayu
Kusasi: 2010: The 10 second Rule; Buku
Globuckisasi [ Meracik Globalisasi melalui Secangkir Kopi])
buku Buku Globuckisasi [ Meracik Globalisasi melalui Secangkir Kopi ] |
Dalam bukunya
Rahayu Kusasi, Coffee culture
merupakan bagian dari globalisasi. Budaya ngopi ialah komposisi dalam ekonomi-politik,
di lain sisi penulis mengajak para pembacanya untuk berpikir secara terbatas,
yaitu sebatas bar di mana seorang barista harus memiliki ketelitian, speed yang
konstan serta gairah untuk memberikan servis dalam peracikan serta penyajian
kopi.
sumber dari : blogbukuhelvry.blogspot.com |
Ada
beberapa hal yang digali Ayu dalam buku ini, yaitu penyatuan antara negara satu
dengan yang lain. Benua satu dengan benua yang lain. Tidak terbatas, tanpa
hambatan. Melalui metode etnografis, secara apik Ayu menceritakan sejarah
penyebaran kopi di awal babnya. Mulai dari perjalanan Biji Kopi, Ethiopia
hingga berhenti di Starbucks. Coffee shop yang tidak sekedar menjual
kopi, tapi lebih dari kopi.
Lewat
Kopi terjalinnya globalisasi melalui budaya, percakapan, frekuensi bertemu,
pengalaman, dan lokasi. Ada beberapa kajian teori yang penulis uraikan, yaitu
Foster, Jonathan Xavier Inda dan Renato Rosaldo,Mike Featherson, David Held. Sedangkan
dalam proses dialog kebudayaan, seorang sosiolog bernama Ulrich Beck menjadi
acuan berpikir penulis, bahwa kebudayaan terjadi melaui proses dalam imajinasi.
Ada hal
yang unik dibahas penulis dalam dapur Starbucks.
Bahwa Starbucks menjaga kualitasnya
mulai dari bahan mentah utama sampai perawatan. Sampai pembersih lantai,
pembersih gelas dan perkakas dan “Sharpie”
spidol yang dipakai Starbucks dalam
penamaan kopinya. Ada kontradiksi yang penulis ceritakan di sini, di mana Starbucks tetap harus bergantung pada bahan lokal. Ada semacam
penekanan secara malu-malu dari penulis di garis ini. Tetapi dalam
penyebarannya, Starbucks berani
keluar dari teori lokasi ekonomi pada umumnya. Starbucks berhasil merenggut “keegoisme-an” konsumen.
Dalam selanjutnya,
Penulis menceritakan pengalamannya menjadi Barista Amerika-Amerika kecil. Dari hari
pertama training, mencoba berjualan di balik mesin register (POS) dan blender,
dan pembuatan espresso. Seorang barista juga harus memiliki indera keenam yaitu
menggunakan naluri dalam menghemat waktu dan tenaga. Pada Bab 4 dan 5, Penulis
menjabarkan mengenai kafein dan melek globalisasi, saat Starbucks bertemu
Indonesia dan diakhiri dengan apik oleh bahasannya tentang diplomatis Identitas
di atas secangkir kopi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar